MAKNA PERINGATAN TAHUN BARU 1430 HIJRIAH
Ujung bulan Desember ini, telinga kita sangat akrab dengan ungkapan-ungkapan selamat natal dan tahun baru. Kedua-duanya adalah produk non islam. Namun, kita agaknya lupa tahun baru kita, umat muslim. Kita sangat familiar dengan tahun baru masehi sementara lupa dengan tahun baru hijriah.Sedangkan, makna tahun baru hijriah kita tak ada bandingnya dengan tahun baru masehi.
Tahun baru hijriah mengingatkan kita pada kejadian spektakuler dalam sejarah Islam, Hijrah. Secara harfiah dia berarti berpindah dari satu titik ke titik yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain. Secara historis, hijrah adalah berpindahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dari Makkah menuju Madinah, dan beliau berhasil mempersatukan kaum anshar dan muhajirin, yang dari dulunya tak mampu dipersatukan. Tahun baru hijriah mulai diberlakukan pada masa khalifah Umar Bin Khatab. Namun Tahun baru hijriah tidak mengambil nama "Tahun Muhammad" atau "Tahun Umar", sehingga tidak mengandung unsur pengagungan/ pengkultusan terhadap nama seseorang. Tidak seperti tahun masehi yang mengandung unsur pemujaan dan penonjolan personifikasi dari gelarnya Nabi Isa as, atau orang kristen sekarang menyebutnya dengan Yesus (Padahal sebenarnya tidak sama juga, Yesus yang disalib bukanlah Nabi Isa). Gelar itu adalah Al-masih (Bahasa Arab) atau Mesiah (Ibrani). Oleh karena tahun itu disebut tahun masehi, sebelum kelahiran Yesus disebut sebelum masehi (SM) dan setelah kelahiran Yesus, disebut masehi (M).
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, tanggal 1 Januari dirayakan sebagai hari tahun baru. Tepatnya tanggal 1 Januari tahun 45 Sebelum Masehi (SM). Tak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, dia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, ahli astronomi dari Aleksandria, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. (www.irib.ir )
Sementara kalender sekarang yang banyak dicari di akhir tahun adalah Kalender Gregorian atau kalender Masehi. Kalender ini yang dinobatkan sebagai standard penghitungan hari internasional.
Pada mulanya kalender ini dipakai untuk menentukan jadwal kebaktian gereja-gereja Katolik dan Protestan. Termasuk untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia. ( www.babadbali. com ).
Orang brazil contohnya, Malam 1 Januari, mereka berbondong-bondong ke pantai dengan pakaian serba putih, mereka menabur bunga di laut, mengubur pepaya, mangga dll di pasir pantai sebagai pemujaan terhadap sang dewa lemanja, dewa laut oleh rakyat brazil. Tak berbeda dengan orang romawi kuno, merekapun pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang Jerman memiliki kepercayaan bahwa siapa yang memakan sisa hidangan pesta 1 januari, maka dia tidak akan kekurangan pangan selama 1 tahun penuh.Masuk akalkah ini?
Masehi, 1 Januari, kita merasa sedih, banyak diantara kita yang tak sadar bahwa sebenarnya itu adalah bagian dari perayaan hari suci umat kristen. Semoga kita dilindungi Allah dari segala bentuk euforia akhir tahun masehi ini. Momentum akhir Desember 2009, ada peringatan Natal, ada peringatan Tahun Baru Masehi. Semua kita tahu. Tapi tahukah kita Tahun Baru kita kapan??? Tahukah kapan kita dilahirkan ke dunia dalam bulan hijriah?? Saya yakin tak banyak diantara kita yang tahu.
Tahun Baru Islam 1 Muharram 1430 Hijriyah, kali ini diapit dua hari besar internasional, yakni Hari Natal 2008 dan Tahun Baru 2009 Masehi. Tentu saja ini merupakan fenomena alam yang lumrah, mengingat perhitungan tarikh Hijriyah dengan tarikh Masehi, memiliki selisih sebelas hari setiap tahunnya. Ini lantaran masing-masing tarikh, menggunakan patokan yang berbeda. Tahun Masehi dihitung berdasarkan peredaran matahari (solar system) sedangkan tahun Hijriyah diukur berdasarkan peredaran bulan (lunar system).
Peredaran matahari dan bulan yang tidak berbarengan, menyebabkan jumlah hari dalam tahun Masehi dan Hijriyah, memiliki perbedaan. Tahun Masehi berjumlah 365 hari, tahun Hijriyah 354 hari. Itu pula sebabnya, pada kurun-kurun tertentu, tahun baru Hijriyah akan berdekatan dengan tahun baru Masehi. Bahkan pada tahun 2008 ini, kita mengalami dua kali tahun baru Hijriyah. Sebelumnya tanggal 10 Januari lalu, dan kini 29 Desember.
Ini adalah fenomena alam yang lumrah. Namun, di balik fenomena alam yang lazim ini kita bisa menyibak hikmah. Diapitnya Tahun Baru Hijriyah, oleh Hari Natal dan Tahun Baru Masehi, semakin mengingatkan kita bahwa kehidupan di atas semesta, tidak bisa dilepaskan dari kemajemukan alias keberagaman. Seperti majemuknya unsur-unsur alam yang kita tempati ini. Ada matahari, bulan, bintang, awan, angin, hujan, laut, daratan, pepohonan, rerumputan, hewan dan manusia, yang masing-masing memiliki ciri khas berbeda. Namun kerjasama atau kebersamaan semua unsur alam ini, akan membuat alam ciptaan Tuhan berada dalam keseimbangan alias harmoni. Jika satu saja unsur alam tersebut berjalan sendiri dan tidak mau berbagi, maka semesta ini akan dilanda disharmoni.
Celakanya, manusialah yang terkadang tidak mau berbagi dengan sesama manusia lainnya. Seakan lupa bahwa manusia itu terdiri atas berbagai ragam, baik secara fisik maupun pikiran. Secara fisik, muncul rasisme. Dari segi pikiran, muncul orang-orang yang menganggap pendapat dan keyakinannyalah yang paling benar. Pendapat dan keyakinan yang berbeda dianggap sesat dan perlu diberantas. Fenomena seperti ini sangat menggejala di tahun 1429 Hijriyah atau tahun 2008 Masehi.
Padahal, jika kita simak kembali perjalanan Hijrah Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi “titimangsa” diletakkannya penghitungan tarikh Hijriyah oleh Khalifah Umar ibnu Khattab, kita bisa menemukan banyak sekali keteladanan Rasulullah dalam menghargai dan menghormati keberagaman. Di Madinah, tempat Sang Nabi dan para pengikutnya berhijrah, Nabi mengakui keberadaan semua unsur masyarakat yang telah lama hidup di kota yang sebelumnya bernama Yastrib itu. Ada kelompok suku Aus dan Khajraj. Ada kaum Yahudi. Ada umat Nasrani. Belum lagi para pendatang dari Makkah yang disebut Muhajirin (orang-orang yang berhijrah) dan penduduk asli yang masuk Islam atau kaum Anshor (para penolong orang-orang yang berhijrah).
Kesemua unsur masyarakat Madinah tersebut, memperoleh hak yang sama. Nabi memerintahkan agar semua kelompok saling menghargai dan menghormati asal-usul serta keyakinan masing-masing. Ada salah satu peristiwa, yang mungkin bisa dijadikan contoh bagaimana Rasulullah sangat menghormati kemajemukan itu. Pada suatu hari lewatlah serombongan pengantar jenazah di hadapan beliau, yang ketika itu tengah duduk berbincang dengan beberapa sahabatnya. Jenazah dan para pengantarnya itu adalah orang-orang Yahudi. Seketika Sang Nabi berdiri dengan takzim, menghormati jenazah yang lewat.
“Mengapa Anda melakukan itu Ya Rasul. Bukankah itu jenazah orang Yahudi? Haruskah Anda menghormatinya?” Tanya salah seorang sahabat. “Dia adalah manusia juga, seperti kita, yang berpulang ke Rahmatullah. Kita pun akan kembali padaNya,” ujar Rasulullah. Serempak para sahabat itu pun berdiri, mengikuti Sang Nabi, menghormati jenazah orang Yahudi.
Pun, jangan lupa. Sebelum berhijrah ke Madinah, para pengikut Rasulullah pernah pula berhijrah dalam dua gelombang ke sebuah negeri bernama Abessinia (Ethiopia). Penguasa negeri itu, Kaisar Najasyi (Negus) adalah seorang penganut Kristen. Begitu pula sebagian besar rakyatnya. Orang-orang Muslim yang berhijrah ke Abessinia mendapat perlindungan keamanan dari Sang Kaisar, sehingga terbebas dari orang-orang Quraisy yang berniat membunuh mereka.
Rasulullah sangat berterima kasih kepada Sang Kaisar, yang telah memberikan tempat terhormat dan melindungi para penganut ajaran Islam. Sehingga bertahun-tahun setelah peristiwa tersebut, ketika Nabi Muhammad SAW mendengar kabar duka bahwa Kaisar Negus telah mangkat, beliau menangis. Lalu mendo’akan arwah Sang Kaisar, agar diterima di sisiNya.
Tarikh Hijriyah, kini telah mencapai bilangan 1430 tahun. Ini berarti sudah hampir 15 abad, secara turun temurun, umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa Hijrah Rasulullah. Peristiwa yang mengandung banyak hikmah, terutama yang berhubungan dengan interaksi antar-manusia (hablumminannas). Dan, tahun ini, secara kebetulan tanggal 1 Muharram 1430 Hijriyah, berada sangat berdekatan dengan Hari Natal dan Tahun Baru 2009 Masehi. Tidakkah ini mengingatkan kita akan kemajemukan kita yang merupakan fitrah atau sunnatullah? Tidakkah kita ingat akan keteladanan Rasululah dalam menghargai keberagaman dan perbedaan? Bahkan Sang Kekasih Allah itu selalu menganggap perbedaan sebagai hikmah.
Mari kita berhijrah meninggalkan ketertutupan (eksklusivisme) menuju keterbukaan (inklusivisme). Meninggalkan kesempitan pikiran menuju keluasan pandangan. Sehingga kita pun tidak selalu merasa diri kita paling benar, karena kebenaran ada di mana-mana. Wallahu 'alam bisshawab. Hanya Allah yang tahu.
Minggu, 04 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar